Salah satu pertanyaan klasik dalam psikologi kognitif adalah mengapa kita bisa mengingat sebagian hal dengan sangat jelas, sementara melupakan yang lainnya? Pertanyaan ini menjadi lebih kompleks ketika kita memasukkan faktor emosi ke dalamnya. Sejumlah penelitian mutakhir menunjukkan bahwa emosi memiliki pengaruh kuat terhadap bagaimana otak kita menyimpan, memperkuat, atau justru melupakan memori tertentu.
Emosi
Memperkuat Memori
Secara umum,
peristiwa yang mengandung muatan emosional cenderung lebih mudah diingat
daripada peristiwa netral. Fenomena ini dikenal sebagai emotional
enhancement of memory. Misalnya, kita mungkin lebih mudah mengingat detail
saat mengalami peristiwa mengerikan, seperti kecelakaan, dibanding rutinitas
biasa.
Menurut
Kensinger (2009), emosi, khususnya yang bersifat negatif, meningkatkan
aktivitas di amigdala dan hippocampus, dua struktur otak penting yang terlibat
dalam pembentukan memori. Aktivasi ini membuat memori lebih “kuat” atau tahan
lama. Itulah sebabnya, memori akan terasa lebih hidup ketika kita mengingat
pengalaman emosional.
Fredrickson
(2001) menambahkan perspektif lain dengan teorinya broaden-and-build,
yang menyatakan bahwa emosi positif juga berperan besar. Orang yang sedang
merasa bahagia cenderung memiliki ingatan yang lebih luas, mampu mengingat
lebih banyak detail, dan menghubungkan informasi secara lebih kreatif.
Melupakan:
Ketika Emosi Bekerja Sebaliknya
Namun, tidak
semua emosi memperkuat memori. Ada situasi di mana emosi justru menghambat
proses mengingat atau mempercepat melupakan. Salah satu contohnya adalah motivated
forgetting, di mana individu sengaja atau secara tidak sadar berusaha
melupakan pengalaman traumatis atau menyakitkan.
Anderson dan
Green (2001) dalam penelitiannya menggunakan Think/No-Think paradigm
untuk membuktikan bahwa kita memang bisa secara aktif menekan ingatan tertentu,
terutama jika ingatan tersebut bersifat emosional negatif. Menariknya, semakin
sering seseorang berusaha menekan memori, semakin sulit memori itu muncul
kembali di kemudian hari.
Selain itu,
stres berlebihan juga terbukti mengganggu pembentukan memori. Penelitian oleh
Dolcos et al. (2020) menunjukkan bahwa kadar hormon stres yang tinggi seperti
kortisol dapat menghambat kerja hippocampus, sehingga informasi yang seharusnya
disimpan justru hilang atau terlupakan.
Memori
Emosional dan Distorsi
Meski memori
emosional lebih kuat, bukan berarti selalu akurat. Penelitian oleh Laney
dan Loftus (2017) mengungkapkan bahwa emosi dapat membuat kita mengingat
detail yang salah. Misalnya, seseorang mungkin mengingat peristiwa dengan
detail lebih dramatis atau intens daripada yang sebenarnya terjadi. Ini dikenal
sebagai false memory effect, yang sering muncul terutama pada pengalaman
yang sarat emosi negatif.
Konsekuensinya
cukup serius, misalnya dalam kesaksian saksi mata di pengadilan, di mana korban
trauma yakin akan ingatannya, padahal sebagian bisa saja tidak sesuai fakta.
Integrasi
Kognisi dan Emosi
Temuan-temuan
ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa kognisi dan emosi tidak dapat
dipisahkan. Emosi bukan sekadar reaksi subjektif, melainkan berperan
penting dalam menentukan apa yang kita simpan dalam memori, apa yang kita
lupakan, dan seberapa akurat kenangan tersebut. Bahkan, dalam konteks klinis,
banyak terapi psikologi saat ini fokus pada cara membantu klien mengelola
memori emosional yang menyakitkan agar tidak terus-menerus mengganggu kehidupan
sehari-hari.
Secara
keseluruhan, psikologi kognitif dan emosi memberi kita pemahaman mendalam
tentang mekanisme kompleks otak yang bekerja dalam proses mengingat dan
melupakan. Penelitian di bidang ini tidak hanya penting untuk ilmu psikologi
murni, tetapi juga memiliki dampak praktis besar di bidang hukum, pendidikan,
hingga kesehatan mental.
Referensi
Anderson, M. C., & Green, C. (2001). Suppressing unwanted
memories by executive control. Nature, 410(6826), 366–369.
https://doi.org/10.1038/35066572
Dolcos, F., Katsumi, Y., & Dixon, R. A. (2020). The role of
emotion in memory and cognition. Current Opinion in Behavioral Sciences,
36, 1-6. https://doi.org/10.1016/j.cobeha.2020.05.001
Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in
positive psychology: The broaden-and-build theory of positive emotions. American
Psychologist, 56(3), 218–226. https://doi.org/10.1037/0003-066X.56.3.218
Kensinger, E. A. (2009). Remembering the details: Effects of
emotion. Emotion Review, 1(2), 99-113.
https://doi.org/10.1177/1754073908100432
Laney, C., & Loftus, E. F. (2017). Emotional memory and the
false memory illusion: An update. Current Directions in Psychological
Science, 26(6), 485-490. https://doi.org/10.1177/0963721417718228
Vuilleumier, P. (2005). How brains beware: Neural mechanisms of
emotional attention. Trends in Cognitive Sciences, 9(12), 585-594.
https://doi.org/10.1016/j.tics.2005.10.011
0 komentar:
Posting Komentar